Rabu, 23 Maret 2011

Kenapa Anak Kecil Suka Main Kejar-Kejaran?

Akhir-akhir ini, masjid MAN Insan Cendekia menjadi ramai oleh celoteh dan teriakan anak-anak. Lebih spesifik, masjid MAN Insan Cendekia pada waktu maghrib. Sebelum adzan berkumandang, anak-anak itu sudah datang berkawanan dengan sepeda mininya masing-masing (gank motor "Gowes" kata jurnalazi ed. Februari 2011). Jumlahnya sekitar sepuluh anak. Mereka adalah anak-anak para guru MAN Insan Cendekia. Seperti anak-anak BAIK pada umumnya, mereka datang ke masjid untuk belajar mengaji bersama para pengajar dari kalangan siswa sendiri. Namun, ya namanya juga anak-anak, alih-alih belajar mengaji, mereka malah membuat keributan di masjid.
Baru saja imam mengangkat tangan untuk takbiratul ihram, mereka sudah berkejaran kesana kemari, membuat kegaduhan ketika shalat berjama'ah. Belum lagi jika mereka mulai berteriak dengan teriakan khasnya. Kadang membuyarkan konsentrasi makmum yang baru akan memulai shalatnya. Tak sedikit juga makmum yang terpingkal-pingkal melihat aksi kocak para bocah. Kalau sudah begitu, ingin rasanya mencubit satu-satu pipi para bocah itu.

Sepanjang imam memimpin tiga rakaat salat, bocah-bocah itu tak henti berlarian kesana kemari, bekejaran. Satu ditangkap, yang lain memberontak. Satu dicekal, yang lain menggigit—ups, lama-lama kita seperti membicarakan gerombolan kuda liar. Begitulah, sampai salat selesai, bahkan sampai imam selesai memimpin zikir, bocah-bocah yang kebanyakan bermukena itu seperti tak lelah berlari, bekejaran, cekikikan, dan kadang menggoda para makmum laki-laki.

Fenomena "Kumpul Bocah" ini menjadi sesuatu yang unik untuk diperbincangkan. Dari sudut pandang psikologi, tingkah laku anak kecil yang "ada-ada saja" itu menarik juga untuk diteliti. Ya, coba saja perhatikan. Setiap waktu, setiap hari, para bocah itu hampir selalu bermain kejar-kejaran. Tidak peduli siang atau malam, tidak masalah di lapangan atau di masjid, apalagi berpikir bahwa itu mengganggu para jama'ah shalat maghrib atau tidak. Bermain kejar-kejaran seperti menjadi hobi nomor wahid. Dan penulis pikir tidak hanya bocah-bocah gank Gowes ini yang punya kebiasaan demikian, tapi bisa dipastikan mayoritas anak-anak di dunia sejak zaman baheula menjadikan bermain kejar-kejaran sebagai hobi nomor satunya—sebelum mereka mengenal dan bisa menggunakan Playstation dan Internet tentunya.

Kejar-kejaran. Ada apa dengannya? Ada hal istimewa apa di balik permainan mengejar dan dikejar? Menjadi kucing dan menjadi mangsa? Mengapa berkejar-kejaran menjadi momen yang sangat membahagiakan bagi anak-anak? Bagaimana berkejar-kejaran menjadi permainan pemersatu anak-anak sedunia? Dan mengapa tidak ada remaja atau dewasa yang mempunyai hobi serupa?

Pada fitrahnya, anak kecil senang bermain. Bermain adalah cara terbaik untuk tertawa. Bermain merupakan ekspresi kebebasan, ekspresi berkompetisi, ekspresi sportivitas. Kadang juga bisa mengisyaratkan terlepasnya beban. Bagi anak-anak, kegiatan ini bukan hanya sebatas kesenangan, tapi KEWAJIBAN. Ya, anak-anak dilarang keras berpikir rumit, berpikir sulit. Tidak perlu memikirkan masalah-masalah orang dewasa seperti harga kebutuhan pokok yang makin melambung, pendidikan yang mahal, kebobrokan moral para wakil rakyat, terpuruknya kredibilitas penegak hukum, kriminalitas, kemiskinan, korupsi, kemacetan, bencana alam, dan berjuta masalah yang hilir mudik ke kepala para orang tua. Mereka tidak perlu memikirkan itu semua. Satu-satunya yang penting bagi mereka hanyalah "Besok bermain, besok bermain, besoknya lagi bermain!" Itu sebabnya anak kecil mudah sekali tertawa. Dalam keadaan miskin dan lapar sekali pun, ketika bermain kejar-kejaran minimal mereka bisa tersenyum.

Namun, semua anak tentu beranjak dewasa. Seiring bertambahnya usia seseorang, semakin seriuslah pikiran yang membebaninya. Keseriusan itu lantas membentuk pola baru dalam berpikir. Dan lama kelamaan, mengendaplah pola pikir kanak-kanak yang sederhana tadi. Mengendaplah anggapan bahwa bermain kejar-kejaran itu mengasyikkan. Tak heran jika kita jarang menemukan orang stres dari kalangan anak kecil. Ya, tak heran jika kebanyakan penghuni rumah sakit jiwa adalah orang dewasa dan para sesepuh. Karena kebanyakan anak-anak ketika sudah beranjak menjadi makhluk beruban dan berlemak menjadi terhimpit dalam pikiran-pikiran sempit seputar konflik, beban hidup, masalah keluarga, dan pertanyaan-pertanyaan klise seperti; mengapa hidup itu susah? mengapa takdirku buruk? mengapa tuhan tidak adil padaku? Dan enyahlah ingatan mereka terhadap bermain kejar-kejaran. Terlupakanlah masa kecil yang penuh dengan memori bermain kejar-kejaran yang dapat menghilangkan beban dan amat menyenangkan tadi.

Kemudian timbul pertanyaan. Lantas, bagaimana cara mempertahankan pola pikir sederhana tentang hidup tadi? Bagaimana supaya pola pikir kita selalu "bermain dan bermain?" Hingga setiap kita bekerja, belajar, menulis berita, mengajar, memimpin rapat, mengasuh adik, kita selalu dalam keadaan senang, tersenyum, tertawa, dan pastinya menikmati.

Segala sesuatu yang dilakukan seseorang adalah reaksi langsung dari apa yang ada di dalam pikirannya. Seseorang dapat bangkit dengan dua kakinya dan beraktivitas. Hai itu karena faktor pikirannya.
~James Allen~ Hidup merupakan hasil berpikir.
Seseorang akan terus hidup jika terus berpikir. Oleh karena itu, dengan kapasitas diri masing-masing, kita sebenarnya bisa menentukan jalan hidup kita dengan cara mengubah jalan berpikir kita. Jelaslah bahwa bahagia sengsaranya hidup kita mengikuti apa yang ada di pikiran kita. Banyak sekali orang yang terkena gangguan jiwa berupa cemas atau gangguan jiwa lainnya. Kebanyakan mereka adalah orang-orang perfeksionis, yaitu orang-orang yang menginginkan segala sesuatu berjalan dengan semestinya atau berjalan sesuai dengan kehendaknya. Alias orang yang kaku, skeptis, penuh birokrasi. Sepertinya mereka tidak suka bermain kejar-kejaran semasa kecilnya. Barangkali mereka tidak pernah mengenal bagaimana rasanya terjatuh ketika menaiki sepeda untuk pertama kalinya. Belajar dari anak-anak kecil tadi, bahwa kadang, berpikir terlalu rumit dan runut tidak melulu menjadi metode solutif dalam menyelesaikan masalah-masalah hidup. Terlalu cemas terhadap apa yang akan terjadi lima sepuluh tahun lagi malah akan menimbulkan banyak hal negatif. Diri kita disibukkan untuk terus memikirkan hal-hal yang belum pasti terjadi. Sehingga kita menjadi terburu-buru untuk memutuskan. Dan yang parah, kita menjadi lupa kalau kita punya hari ini yang harus kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat. Ada saat-saat ketika kita perlu menjadi "anak kecil". Berpikir bahwa hidup ini sederhana, bahwa hidup ini hanya tentang bermain. Dengan bermain, hidup akan bahagia. Tapi jangan salah. Jangan karena pola pikir itu segala hal kita lakukan dengan main-main. Tidak serius, tidak maksimal, asal. Bukan begitu maksudnya. "Bermain" berbeda bukan dengan "main-main"? Berpola pikir "bermain" akan membuat kita berpikir tentang kesenangan dan kebahagiaan. Sehingga kita tidak akan terjerumus pada anggapan bahwa dunia ini sempit, sulit, sesak, dan "S-S" yang lainnya, yang akan membuat kita semakin tertekan dan berpikir pesimis. Dengan kata lain, berpikir "bermain" akan membuat kita bisa menjalani hari kita yang sibuk dan padat kegiatan dengan bahagia, senang, tanpa mengeluh. Sedangkan berpola pikir "main-main" akan berdampak pada penurunan kualitas karya yang kita hasilkan. Karena kita bekerja secara asal-asalan dan main-main. Berbeda bukan? Kita selalu ingin mendapat banyak nikmat dari Tuhan. Untuk itu kita berusaha, bekerja, berdoa. Dan dipusingkan oleh hal-hal remeh seperti karyawan bandel, murid yang nakal, guru killer, grafik penjualan yang datar. Tapi seringkali kita tidak sadar bahwa pada hakikatnya kenikmatan itu bukan tergantung pada seberapa banyak yang sudah kita dapat. Tapi bagaimana kita menerima dan menikmati apa yang telah dianugerahkan pada kita.

Ah, sesungguhnya banyak sekali pelajaran masa kecil yang terlupakan ketika kita beranjak dewasa.
Ya, kita terlalu mudah tertipu oleh banyaknya beban yang menghimpit kita. Kita mudah terjebak dalam pola-pola rumit yang memunculkan istilah-istilah aneh seperti nasib buruk, hari sial, dsb. Padahal, pada hakikatnya hidup ini sederhana. Sesederhana pola pikir bocah-bocah tadi—seharusnya. Sesederhana silogisme gankGowes TM

Premis 1 : Setiap hari adalah bermain.
Premis 2 : Setiap bermain itu menyenangkan
Kesimpulan : Setiap hari itu menyenangkan.

Dengan berpola pikir sesederhana itu akan terjadi banyak perubahan dalam hidup kita. Tiada lagi pekerjaan rumah yang tertunda, laporan kegiatan yang tersendat, disebabkan kebuntuan pikiran dan keruhnya pikiran. Karena, sesuai dengan teorinya Allen tadi, dengan memasang mind set seperti itu, segala hal yang kita lakukan akan lebih jernih, hidup yang kita jalani akan lebih bermakna.

Bayangkan jika semua orang berpikir seperti itu. Jalan-jalan akan penuh oleh orang-orang yang tersenyum; karyawan busway tersenyum menyapa para penumpang; pak polisi tersenyum membantu nenek menyebrang jalan; pengendara motor tersenyum pada pengendara mobil. Perusahaan-perusahaan pun akan dipenuhi para pekerja yang bekerja dengan hati. Lurah, camat, walikota, gubernur, presiden, semua tersenyum menjalankan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Tak ketinggalan para pelajar, tersenyum menyambut bel masuk, menyambut hari-hari penuh ujian dan rumus-rumus. Jika semua itu tercipta, mungkin dunia akan menjadi sedikit lebih baik. Rumah sakit jiwa akan semakin sepi, jumlah pemakai obat terlarang akan semakin berkurang, pelajar akan semakin berprestasi, rakyat akan lebih mencintai pemimpinnya, demikian pula pemimpin akan lebih bertanggung jawab menjalankan tugas sebagai pemegang amanat penderitaan rakyatnya. What a quite life....

"Memang seharusnya, kita tak membuang semangat masa silam
bermain dalam dada
setelah usai, mengantar kita
tertatih-tatih sampai di sini"

Tangerang Selatan, 13 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar