Sabtu, 15 Januari 2011

Bakso 8000

“Jadi, dari mana kita mulai?”
Selalu kamu mulai pembicaraan kita seperti itu. Tidak salah. Karena setiap aku memintamu untuk datang, aku memang selalu ingin mengungkapkan sesuatu padamu.
“Ngga tahu,” jawabku cepat. Kamu terkekeh. Baru sekali ini aku tidak tahu apa yang ingin aku bicarakan padamu. Hanya ingin bertemu. Tanpa tahu harus bicara apa.
“Jangan bercanda!” kamu masih tertawa. Tidak percaya.
Aku mengangguk, ikut tertawa. Tertawa bersamamu memang terasa sangat berbeda. Ada sesuatu yang membuatku bisa terus tertawa asal saat itu kamu juga tertawa.

“Well. Terus kenapa kamu ajak aku kesini?” tanyamu lagi.
“Ngga tahu,” jawabku lagi. Jujur, apa adanya. Aku memang tidak tahu kenapa aku ingin mengajakmu pergi kesini. Kalau kamu tanya kenapa aku tersenyum sekarang, itu karena aku sedang melihatmu. Mana mungkin aku bersedih saat kamu dekat denganku.
Lagi-lagi kamu tertawa. Entah bagian mana yang lucu dari yang aku katakan. Atau mungkin selera humormu sedang baik saat ini. Tidak ada yang tahu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Ya, manis seperti saat ini.
“Ayolah, Bung. You’re wasting my time…” masih dengan tawamu yang renyah.
“Serius. Aku ngga tahu mau ngomong apa dan aku ngga tahu kenapa aku ajak kamu kemari.”
Kau mengerutkan keningmu. Memikirkan sesuatu. Lalu, menatap curiga padaku. “Pasti kamu mau minta ditraktir bakso 8000 itu kan?” tanyamu penuh kecurigaan.
Kali ini aku yang tertawa. Puas. Selain karena melihat tampangmu yang begitu lucu, juga karena tebakanmu yang begitu polos. Memang sih saat ini aku lapar dan ingin mencicipi kembali bakso 8000 lagi, makanan yang baru 2 hari lalu kamu traktir untukku. Tapi, ini semua bukan tentang bakso itu. Kamu saja yang belum tahu. Atau mungkin kamu belum sadar.
“Ih? Kok malah ketawa?” sergahmu tidak terima.
“Bakso 8000? Jadi Cuma itu yang bikin kamu menatap aku curiga kayak tadi?” kataku lagi masih dengan tawa yang tak bisa aku redam.
“Ya iyalah! Memangnya apa lagi coba? Nih, aku punya sejuta alasan kenapa Cuma itu yang tergambar di otak aku saat ini!” katamu penuh keyakinan.
Aku menatapmu tajam, menantang. “Oya?”
“Satu, sekarang jam makan siang. Dua, 2 hari lalu kamu mau minta aku buat traktir kamu bakso itu lagi lain kali. Tiga, Dari cara kamu melihat aku, aku tahu kamu lagi kelaparan. Empat, kemarin cerpen aku diterbitin dimajalah ternama dan pastinya kamu ngga akan melewatkan kesempatan emas seperti itu untuk minta ditraktir. Lima, ini akhir bulan dan pastinya, gaji kamu sudah ludes!”
Aku hargai semangatmu menjabarkan semua alasanmu tadi dengan tertawa tanpa henti. Jadi begitu? Yah, tak apa. Mungkin memang belum saatnya kamu menyadari itu semua. Masih terlalu awal. Kita memang baru bertemu 4 bulan yang lalu di pesta pernikahan temanku. Aku malu sekali saat mengira bahwa kamu adalah mempelai wanita dari temanku itu. Ternyata kamu adiknya! Aku baru tahu kalau temanku itu punya adik yang seluar biasa kamu. Tapi aku bersyukur bertemu denganmu disaat yang tepat seperti itu. Saat aku sedang tak ingin berada di duniaku, kamu datang dengan duniamu yang tidak pernah aku bayangkan.
Dan tanpa disangka lagi, kita akhirnya bertemu dan bertemu dan selalu bertemu seperti ini. Aku senang mendengarkan cerita-cerita yang kamu buat. Tentang dunia peri yang bebas dan tentang putri-putri jelita yang hidup bahagia tanpa pangerannya. Menurutmu, pangeran hanya merusak cerita dari putri-putri itu. Seharusnya, kisah para putri cukup memiliki satu tokoh utama, yaitu putri tersebut. Karena saat pangeran datang, maka orang-orang yang membaca kisah itu akan mengalihkan perhatian mereka pada pangeran. Pangeran akan selalu dianggap savior oleh mereka. Mereka akan berpikir putri-putri itu tidak bisa apa-apa tanpa sang pangeran. Padahal sebenarnya putri bisa melakukan banyak hal tanpa sang pangeran. Putri lebih hebat dari pangeran karena dia bisa membuat pangeran lemah tanpa pedang. Cukup dengan melihat jejak mereka, pangeran-pangeran itu bisa lemah dan mati. Aku tidak akan pernah lupa saat kamu berkata, “Putri itu lebih hebat dari pangerannya. Saat seorang putri mati, pangerannya pasti akan menangis. Sedangkan, saat seorang pangeran mati, putrinya belum tentu akan menangis.”
Memang terdengan sedikit sok tahu tapi aku senang mendengarnya. Karena yang mengatakannya kamu.
Jam dinding bergerak semakin cepat dan tawaku mulai mereda saat memerhatikan wajahmu yang kesal ditertawakan.
“Jangan cemberut. Dasar jelek!” kataku.
“Oke! Aku pulang!” kau langsung berdiri dari kursi dan berjalan pergi.
Aku tertawa semakin keras. Aku biarkan kamu pergi menjauh. Kamu tidak akan pergi, aku yakin. Tebakanku benar saat kamu akhirnya berhenti didepan trotoar dan berbalik, menatapku sebal. Aku terkekeh. Tertawa menantang.
“Apa?” tanyaku dengan senyum sinis.
Kamu langsung berjalan ke arahku dan menarikku berdiri dari kursi. “Kali ini kamu yang harus traktir aku bakso 8000! Ngatain aku jelek itu tidak gratis, ya? Kamu harus tahu!”
Aku tertawa semakin keras. Awalnya langkah kita begitu cepat dan terburu-buru. Kamu masih terbawa dengan sikap emosionalmu saat menarikku pergi. Tapi mungkin kamu lelah dan akhirnya jalan kita melambat. Belum terlambat untuk mencicipi bakso itu sekarang. Tidak akan ada terlambat untuk kamu. Kita berjalan berdampingan dalam diam. Mungkin kamu masih ngambek dan jaim untuk bicara. Dan aku memang sengaja mempermainkanmu seperti ini. Kamu sangat lucu. Tapi akhirnya aku gerah juga harus terus diam seperti ini. Oke, kali ini kamu berhasil.
“Ngambek?”
Kamu menggeleng.
“Terus?”
“Cuma berpikir. Pasti lucu kalau ada putri sama pangeran kencannya makan bakso 8000 di pinggir jalan kayak kita?” jawabmu polos.
Aku menatapmu dengan heran. Benarkah itu yang kamu pikirkan? Tanpa dikomando aku tertawa terbahak-bahak. Duniamu yang begitu merah jambu dan kekanakan tidak akan pernah bosan aku kunjungi. Tidak pernah bisa aku tebak.
“Apanya yang lucu?”
Aku tidak peduli. Aku tertawa terbahak-bahak tanpa peduli apa yang orang pikirkan tentang kita saat itu. Memangnya ada tukang bakso 8000 di duniamu itu? Kalau ada, pasti dia menjadi orang paling kaya sedunia karena pangeran dan putri saja banyak menghabiskan waktu mereka bersama untuk makan bakso 8000.


by nikinikari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar