Minggu, 26 Desember 2010

Semangkuk Bakso Untuk Ummi


Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda

                Galang terpaku menatap semua foto-foto yang tergantung di dinding dengan rapih itu. Ah…sudah lama sekali ia tidak menginjakkan kaki di rumahnya ini. Rumah kecil berwarna putih di sudut jalan ini. Tidak ada yang berubah. Sudah lama sekali. Sepuluh tahun…bisa jadi kurang, tapi bisa jadi lebih. Ah! Waktu tak penting! Yang penting sekarang ia sudah di sini! Di rumahnya sendiri! Dengan dirinya yang baru. Galang yang tak seperti dulu. Galang yang sudah berubah dari saat itu. Kejadian itu. Kejadian yang terus berulang dalam benaknya, kejadian yang terus muncul dalam mimpi-mimpinya selama ia di pondok. Ya Rahman… kejadian itu.
                Galang terpana melihat jejeran foto-foto di rumahnya itu. Banyak sekali. Lengkap sejak ia dan adik-adiknya masih kecil dan ingusan hingga adik-adiknya, Rara dan Fitri, lulus kuliah, namun, foto Galang terhenti hingga sebelum kejadian itu. Pasti Ummi yang memajangnya, pikirnya. Ah… Ummi! Baik sekali Ummi masih mau mengingatku. Dada Galang seketika itu juga terasa sesak.
“Mas Galang?” panggil sebuah suara lembut dari belakang Galang. Galang segera mengalihkan perhatiannya dari foto-foto di dinding ke arah suara tersebut.
“Bener Mas Galang kan? Mas, Ini Rara!” terlihatlah dalam pandangan Galang adik kecilnya Rara yang kini sudah tinggi semampai dan berjilbab. Banyak sekali perubahan dari diri Rara. Galang tersenyum menyambut adiknya yang menangis tertahan ketika bertemu dengannya.
Rara berlari memeluk Galang. “Mas Galang kemana aja? Rara kangen….” Ucap Rara disela isak tangisnya.    
Tanpa sadar, Galang juga mengeluarkan buliran air mata dari matanya. “Iya Ra…maaf ya, Mas Galang nggak bisa jadi kakak yang baik buat Rara sama Fitri…”
“Mas Galang!” kali ini Fitri yang keluar dari kamarnya. Galang dan Rara seketika itu menoleh ke Fitri.
“Fitri!” Fitri langsung berlari menubruk Galang. Fitri juga sudah besar. Ah adegan yang mengharukan. Rasanya dulu juga pernah begini. Berpelukan bertiga bersama Ummi. Dulu…dulu sekali.

Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

Kata mereka diriku s'lalu dimanja
Kata mereka diriku s'lalu ditimang

“Mas Galang mau ngapain? Kok bajunya dimasukkin semua ke tas?” Tanya Rara yang masih berumur tujuh tahun itu dengan polos. Galang hanya tersenyum kecut.
“Mas Galang mau ngapain?” Desak Rara sambil merebut tas dari Galang.
“Ah Bawel!” Bentak Galang. Ah…Ya Allah, tega sekali aku membentak Rara yang tidak tahu menahu itu. Raut wajah Rara menunjukkan bahwa ia ketakutan, tapi ia tetap mendesak Galang.
“Mas Galang! Mas Galang mau ngapain?! Jawab Rara, Mas! Mas Galang nggak mau pergi kan?” Terlihat sekali Rara menahan tangisnya. Galang terhenyak. Ia segera memalingkan wajahnya dan meraih tasnya.
“Mas Galang!” Panggil Rara lagi ketika Galang pergi dari kamarnya tanpa berbicara.
            Galang segera menuju kamar Umminya. Membuka pintunya perlahan. Menatap Umminya dengan nanar.
“Mi, Galang pergi ya Mi…” Ucapnya pelan, menahan tangis. Seketika itu juga Ummi segera berlari memeluk Galang. Galang terhenyak. “Ummi?”
“Maafin Ummi ya Galang…Maaf ya, Ummi belum bisa jadi ibu yang baik buat Galang…Maaf ya..” Ucapnya di sela isak tangis penyesalannya. Ah Ummi, padahal anaknya sudah begitu jahat pada Ummi, padahal Galang udah dengan teganya membohongi Ummi! Tapi, kenapa Ummi yang minta maaf?! Kenapa Ummi harus minta maaf?!
            Ya..Allah…dulu juga begitu, padahal Galang yang salah! Galang yang udah mencuri mangga wak Haji, tetangga sebelah kami, sekalipun Galang yang minta maaf sama Wak Haji, tapi kenapa Ummi minta maaf sama Galang? Sekalipun Galang yang coba bolos sekolah, tapi kenapa ummi minta maaf ke Galang? Dengan kata-kata yang selalu sama “Maafin Ummi ya Galang…Maaf ya, Ummi belum bisa jadi ibu yang baik buat Galang…Maaf ya..”. Ya…Allah, ampuni segala dosa Ummi Allah, Ummi udah begitu baik sama Galang. Ummi nggak pernah marah sekalipun Galang dapet nilai merah…Ya Allah, Galang mohon, Galang sadar Galang salah, maka jangan siksa Ummi di hari akhir nanti, siksa Galang aja Allah yang udah nggak berbakti sama Ummi…Ya Allah…maafin Ummi Galang, Allah…
“Mas Galang! Ummi!” Panggil Rara yang ternyata mencari-cari Galang dari tadi diikuti oleh Fitri adik bungsu mereka yang masih berumur 5 tahun. Ummi akhirnya merangkul mereka bertiga dalam satu rangkulan. Mereka berempat terisak dalam rangkulan Ummi hingga  waktu Galang yang waktu itu masih berumur 9 tahun itu pergi jauh dari rumah, dan entah kapan akan kembali menginjakkan kaki di rumah putih ini…

Nada-nada yang indah
S'lalu terurai darimu
Tangisan nakal dari  bibirku
Tak 'kan jadi deritamu
                Ah…Indahnya masa lalu. Seandainya Galang dulu mau menuruti kata-kata Ummi. Seandainya Galang dulu mau mematuhi omelan-omelan Abi. Seandainya Galang selalu mengambil pelajaran dari apa yang pernah ia alami, mungkin sampai Galang tidak harus keluar dari rumah ini, mungkin Galang masih bisa terus merasakan kehangatan kasih sayang Ummi. Seandainya…
                Ah! Apalah gunanya pengandaian itu! Sekarang hadapilah kenyataan Galang! Teriak Galang dalam hati. Ia melepas rangkulannya dari adik-adiknya. Memandang keduanya takjub. Betapa ia rindu dengan adik-adiknya.
 “Ummi mana Ra’?” Tanya Galang akhirnya. Rara menhapus air matanya sembari berkata, “Ummi masih di rumah sakit Mas. Tapi Alhamdulillah, keadaannya sudah membaik…”
Galang menaikkan sebelah alisnya. “Di rumah sakit? Emang Ummi kenapa?”
“Lha?! Mas Galang nggak tau Ummi kena DBD. Udah dua minggu ini Ummi di rumah sakit. Ummi sempet koma untuk dua hari, tapi Alhamdulillah, Allah masih memberi Ummi kesempatan untuk bernafas” Ucap Fitri menjelaskan. Pelan, tapi terdengar Galang menghela nafas lega dan mengucap hamdalah lirih.
“Di rumah sakit mana, Dik?”
“Di Rumah Sakit Mitra Keluarga, sekalian ikut yuk, Mas! Kita juga baru mau ke sana”  Ajak Rara yang kemudian segera bersiap dan mengajak Fitri dan Galang ke mobilnya.

Tangan halus dan suci
T'lah menangkap tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Kata mereka diriku s'lalu dimanja
Kata mereka diriku s'lalu ditimang
               
Perjalanan menuju rumah sakit terasa amat panjang bagi Galang. Entah apa yang membuatnyaamat risau hari ini. Ingatan-ingatannya bersama Umminya saat ini memenuhi seluruh sirkuit saraf tempat memorinya disimpan.
Ummi yang selalu hadir di saat Galang dulu pulang dari sekolah. Ummi yang selalu dengan bangga mengecup kening Galang saat Galang mendapat rengking di sekolah. Ummi yang selalu membangunkan Galang di saat shubuh tiba. Ummi yang selalu menyiapkan sarapan, bekal makanan, dan makan malam untuk Galang, Rara, Fitri, dan Abi. Ummi yang selalu minta maaf padanya, sekalipun bukan Ummi yang salah. Ummi yang selalu…
Ah Ummi! Seandainya Ummi tahu, betapa Galang amat menyesali perbuatannya waktu itu! Seandainya Ummi tahu, Betapa Galang sulit tidur di malam-malam ia di pondok karena memikirkan Ummi yang menangis sesaat sebelum kepergian Galang waktu itu. Seandainya Ummi tahu, Umminya selalu hadir dalam mimpi-mimpinya selama ini. Seandainya Ummi tahu, Galang berubah karena Ummi! Galang sudah berubah sesuai permintaan Abi dulu, karena Ummi! Ya…Allah, seandainya Ummi tahu…
Betapa Galang rindu Ummi. Galang rindu senyuman Ummi…
Ya Rabbul Alamin…Engkau sudah tidak memberikan kesempatan padaku untuk bertemu Abi untuk yang terakhir kalinya, maka ya Rabb…dengan segala kerendahan hati, mohon berikan Galang kesempatan untuk bertemu Ummi. Doa Galang dalam hati.

Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

Kata mereka diriku s'lalu dimanja
Kata mereka diriku s'lalu ditimang

                “Mas Galang! Ayo turun! Sudah sampai, Mas!” Panggil Rara dari luar jendela mobil. Mendengar seruan Rara, Galang segera turun. Ketiganya berjalan beriringan menuju kamar Ummi.
                Sesampainya di kamar Ummi, Galang segera mengecup tangan Umminya yang kini sudah mengeriput. Hati Galang tersentuh. Tangan Umminya yang dulu selembut beludru, kini sudah tak lagi lembut. Wajahnya juga sudah mulai mengeriput di sana-sini.
“Ummi, ini Galang. Ummi ingatkan?” Ujar Galang lirih.
Ummi tersenyum melihat Galang. “Galang, kamu sudah pulang, Nak’?” Tanya Ibu dengan suaranya yang begitu parau. Galang tak tahan untuk tidak menangis. Ia berlutut di samping Ummi.
“Ummi, Galang pulang, Mi. Galang udah nepatin janji ke Abi. Galang baru pulang ketika Galang sudah benar-benar berubah dan mengerti bahwa perbuatan Galang salah. Galang ngerti, Galang sadar, Galang salah, Mi…” Ucap Galang di tengah isak tangisnya. Ummi hanya tersenyum lembut, seolah menandakan bahwa ia percaya dan bangga dengan Galang, anak sulungnya.
                Rara dan Fitri yang berdiri di belakang Galang ikut terisak sekalipun tidak mengerti kejadiannya.
20 tahun silam…
            Galang sudah menyusun rencananya dengan rapih. Ia akan membawakan umminya semangkuk bakso seperti apa yang diinginkan umminya. Galang iba melihat Umminya yang sedang terkapar karena demam itu. Makanya, ia pasti akan memenuhi permintaan Umminya sebagaimana Umminya memenuhi permintaannya ketika ia sakit kemarin.
            Perlahan Galang berjalan keluar rumah. Ia mencari-cari tempat itu. Tempat tukang bakso di dekat rumahnya, kemarin ia lihat, sepertinya penjual bakso itu baru di kompleks ini sehingga masih sepi. Kalau di sana, ia pasti bisa menjalankan recananya.
“Bang! Baksonya satu mangkuk, dibungkus!” Ucap Galang kepada abang penjual bakso.
            Dan begitulah seterusnya, rencana Galang tidak berjalan lancar.
“Woy! Maling! MALING! TOLONG! MALING!” teriak abang tukang bakso. Mengetahui rencananya gagal, Galang segera berlari, seketika ia menengok, terlihatlah massa yang mengejarnya. Galang takut. Tapi, ini demi Ummi! Galang meneguhkan hatinya. Ia bersembunyi hingga massa yang mengejarnya tidak melihatnya.
            Seketika Galang luput dari massa, ia segera berlari pulang ke rumah. Di sana ia segera menyiapkan semangkuk bakso itu ke Umminya.
“Mi, ini untuk Ummi.” Ucap Galang sembari membawa baksonya dengan tangan gemetar.
“Darimana baksonya, Galang?”
“Ennnggg, tadi Galang beli, Mi” Ucap Galang terlihat ragu. Ummi yang melihat keanehan pada anak sulungnya itu mencoba mengabaikan keanehan itu dan segera melahap bakso yang telah dibawakan Galang itu. Baru sesuap Ummi makan, tiba-tiba Ummi berlari ke kamar mandi, ia memuntahkan baksonya di sana.
“Ummi! Ummi kenapa?” Tanya Galang panik. Seketika itu juga, Abi masuk dengan segala amarah.
“GALANG! APA YANG TELAH KAMU LAKUKAN?!” bentak Abi. Galang terhenyak. Kaget.
“Apa, Bi? Galang nggak ngerti…” Ucapnya menyembunyikan keragu-raguannya.
“BARUSAN, MANG ADI, TETANGGA KITA LAPOR, KALAU KAMU MENCURI BAKSO DARI BANG HERMAN!” Bentak Abi lagi. Galang tertunduk. Ternyata di antara massa tadi ada Mang Adi yang melihat Galang mencuri dan segera melapor ke Abi.
“Galang…?” Ummi berseru heran. Tak tahu harus berkata apa.
            Malam itu, Galang sukses dimarahi Abi habis-habisan. Dan terakhir, Abi berkata dengan nada lirih sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
 “Galang, Abi nggak tahu harus gimana lagi. Abi kurang mengajari kamu apa, Galang?” Abi menggeleng. “Tadi, Abi udah telepon Pakdhe Agus, besok, Pakdhe Agus akan menjemput kamu ke pesantrennya. Belajarlah di sana sampai mengerti. Berubahlah menjadi Galang yang selama ini Abi dan Ummi harapkan. Carilah pengertian di sana hingga kau mengerti benar bahwa kau salah.” Galang menangis tertahan. Akhirnya, keputusan Abi keluar juga.
“Dan, jangan pernah berani menginjakkan kakimu di rumah ini lagi hingga kau mengerti betul…” Ucap Abi akhirnya sebelum meninggalkan Galang sendiri di kamarnya.
Seandainya Galang tahu, semalam itu, Umminya tidak tidur. Beliau menghamba pada-Nya berdo’a bagi anak sulungnya, agar ia berubah, berdo’a bagi anak sulungnya agar segala dosanya diampuni. Agar Allah selalu melindunginya dari segala perbuatan buruk…

Dan doa itu terkabul…

Oh Bunda ada dan tiada
Dirimu 'kan selalu ada di dalam hatiku..

                “Galang, Ummi bangga padamu…Ummi titip Fitri dan Rara pada Galang yang sudah berubah itu. Buktikan pada Ummi dan Abi bahwa kau benar-benar telah berubah, Galang…” Ucap Ummi msih dengan suara paraunya. Galang hanya bisa terisak. Ummi tersenyum manis sekali. Seketika itu wajah Ummi terlihat bercahaya. Pelan, tapi pasti, Ummi mengucap lafadzh laa ilaha illallah…memenuhi panggilan-Nya, kembali ke rahmatullah.
Tangis Galang, Rara dan Fitri semakin mengeras. Ya…Rabb terima kasih telah mempertemukan Galang dengan Ummi sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya…terima kasih Rabb…

Ummi, Galang sudah menepati janji…

Oh Bunda ada dan tiada
Dirimu 'kan selalu ada di dalam hatiku..

Depok, 26 Desember 2010
20.37 WIB
N.Ch.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar